Menurut kamu tentang cerpen Nue

Minggu, 13 Desember 2009

Buat Bima

Kutulis surat ini ketika mataku sudah tak mampu lagi untuk terpejam dalam lelap. Aku terbangun dari sunyinya malam yang menusuk setiap tulang rusukku, mengingatkan aku pada dirimu yang berada nun jauh disana, yang sama sekali tak pernah kuketahui keberadaannya. Berkelana sepi bersama angin yang membawamu melangkahkan kaki menelusuri lika-liku perjalanan yang hingga kini tak pernah membawamu kembali, meski kau pernah berjanji, akan keseriusanmu untuk membawaku serta, berkelana bersama manakala ambisimu untuk menjadi seorang pemuda sukses terwujudkan.

Tapi, dimana engkau sekarang?

Apa kau telah sukses seperti yang kau cita-citakan dulu?

Bima yang baik,

Tahukah dirimu betapa aku mencintaimu, memikirkanmu sungguh membuatku menderita, menjadikan aku buta segalanya,

Aku buta, karena cinta.

Kau tahu ibuku bilang aku sudah tak waras, bahkan ia pernah membawaku ke psikiater, dan mengatakan pada dokter yang punya kumis tebal itu bahwa pikiranku telah diracuni oleh kekuatan cinta dari seorang pria yang tidak bertanggung jawab, dan kau tahu, ibu bilang pria itu adalah Bima. Ya, memang pria yang selama ini merasuk dan selalu terbayang di pikiranku Cuma ada satu, Bima. Ya, itu kamu Bima. Tahu kah kau tersiksanya aku? Meski disisi lain, aku tak pernah menyesal telah mencintaimu. Karena bagiku, pertemuan kita, kisah asmara yang pernah kita bina, hingga detik-detik kepergianmu merupakan kenangan yang takkan pernah aku lupa sepanjang hidupku.

Bima sayangku,

Apa kau masih ingat tentang kejadian dua tahun lalu?

Ketika secara tidak sengaja kau masuk kerumahku, tanpa salam kau ngeloyor masuk ke dapur sambil berseru keras memanggil nama seorang gadis yang hingga kini tak pernah kuketahui siapa dia. Pasti kau masih ingat betapa terkejutnya aku waktu itu, bagaimana tidak, seorang pria yang sama sekali tak kukenal tiba-tiba berada di dapur rumahku dengan wajah tak bersalah. Kukira kau itu maling kesiangan, yang dengan sengaja beraksi di saat orang di rumahku sedang keluar kecuali aku yang kebetulan sedang tidak enak badan saat itu. Yah, itulah dugaan yang pertama kali terlintas dipikiranku meski sempat pula aku terpesona dengan ketampanan wajahmu yang lugu itu. Dan ternyata, aku memang salah duga, kau kira rumahku masih ditempati oleh wanita yang kau sebut-sebut itu, tapi ternyata ia sudah pindah dan keluarga kamilah yang mengisi rumah itu.

Huh, itu memang cerita unik yang pernah aku alami, memang bukan pertemuan yang romantis seperti yang ada di tipi, tapi kurasa momen itu cukup menggelitik, dan bahkan membuatku tak pernah lupa menganai pertemuan singkat itu. Tapi, apa kau masih ingat hal itu, Bima?

Bima-ku yang bermata coklat…

Dua minggu lagi adalah hari ulang tahunku, ibu mengusulkan agar aku membuat pesta yang meriah, mengundang teman serta kerabat dekatku, juga mantan-mantan pacarku. Sedikit heran memang, kenapa ibu tak menyebut-nyebut namamu, padahal beliau tahu, kau itu pacarku. Dan sebagai pacarku, kau juga wajib untuk bersama memeriahkan pesta ulang tahunku. Kupikir, mungkin ibu marah padamu, yah kau pasti tahu alasan ibu. Ia tak ingin punya calon menantu yang suka keluyuran seperti kamu. Alas an yang bodoh bukan? Karena sesungguhnya kamu tidak sedang keluyuran, melainkan berkelana, mencari jati diri dan melaksanakan cita-cita. Dan aku yakin, kamu tidak sedang berbohong padaku, karena aku percaya padamu.

Tapi Bima, bolehkah dihari bahagiaku nanti, kamu datang dan membawa kabar bahagia untukku?

Apa saja asal itu tidak berarti kau harus meninggalkan aku kembali. Atau setidaknya, kau harus tinggal paling tidak sebulan disini, oh mungkin itu terlalu lama, bagaimana kalau seminggu saja? Ya, tidak lama, hanya seminggu saja kau tinggal disini, bersamaku, menemani kesepianku. Karena bagiku, hadiah terindah untukku hanya ada padamu. Hanya kamu…

Bima-ku yang kini sedang berkelana…

Aku lupa, entah ini sudah surat yang keberapa yang kutulis untukmu. Dan aku juga tak pernah tahu, apakah suratku yang kesekian kalinya ini sampai ke tanganmu, yang pasti, kau sama sekali tak pernah membalas suratku, meski hanya sekali.

Bima yang hingga kini selalu terpatri di lubuk hatiku…

Aku tak pernah memaksa kehendakmu, bahkan ketika kau bertekat akan pergi meninggalkanku, tak ada sekalipun niatku untuk menghalangi kepergianmu, karena aku takut, itu akan membuatku bingung, atau mungkin marah padaku, dan hal terburuk yang ada dipikiranku, kau akan meninggalkan aku. Tidak, aku tak mau itu sampai terjadi. Tak terbayangkan jika nantinya kau berkata akan memutuskan cinta kita. Tidak, aku tak sanggup Bima.

Tapi, kumohon, untuk kali ini saja, kau memenuhi satu permintaanku. Tolong balas suratku ini, meski hanya sekali. Karena setelah ini, aku takkan pernah mengirim surat untukmu lagi. Jangan berpikir ini sebuah ancaman, jangan pula berpikir bahwa aku akan mengakhiri hidupku. Tidak Bima, aku tidak sebodoh itu.

Kuakui, sempat terlintas di benakku untuk berbuat nekat, dua pilihan yang sama sulitnya untukku.

Bunuh diri…

Pilihan pertama yang sungguh bodoh tapi sangat kuinginkan mengingat aku sudah tak punya keinginan lagi untuk hidup.

Atau, lari dari rumah…

Meninggalkan ibu yang selalu menentang hubungan kita dan menyusulmu di sana..

Tapi, Bima… ada dorongan lain yang memaksaku untuk tidak memilih salah satu dari kedua pilihan itu, tidak lain adalah ibu. Ibu yang selama ini tak pernah lelah menasihatiku, memberi semangat untukku, dan tak pernah bosan untuk selalu menemaniku. Lihat Bima, betapa baiknya ibuku itu,

Dan di hari ulang tahunku yang ke dua puluh tiga nanti, akan ada seorang pria yang kata ibu akan melamarku. Ya Bima, aku telah dijodohkan, ibulah yang mengatur semuanya. Jangan tuduh ibuku egois, ia hanya kasihan padaku yang selama ini terlantar, olehmu.

Bima-ku yang tampan…

Ibu baik sekali, ia memberi kesempatan untuk kita bersatu lagi. Dengan syarat, di hari ulang tahunku nanti, kamu datang padaku, dan bilang pada pria yang telah dijodohkan padaku bahwa kamu adalah kekasihku.

Bima…

Sanggupkah kamu melakukan itu untukku?

Please, bilang kalau kamu bisa…

Bilang kalau kamu akan datang untuk menjemputku…

Bilang kalau kamu mencintaiku..

Dan bilang, kalau kamu akan selalu bersamaku...

Bima… Aku cinta kamu.

Dari kekasih hatimu,

Laras.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar