Menurut kamu tentang cerpen Nue

Minggu, 13 Desember 2009

Difficult of Love

Aku tak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya, bagiku cinta adalah neraka kedua yang mampu menyiksa batin seseorang. Aku sudah berjanji untuk tidak mengulang hal yang sama, aku tidak ingin jatuh cinta karena cinta akan membuatku menderita.

Tapi aku tak punya daya untuk tidak jatuh cinta lagi, wajah tampannya itu selalu saja membayangi hari-hariku, mungkin ia tak begitu berharga di mata masyarakat yang menganggapnya orang aneh yang tak pernah mau bergaul dengan gadis manapun. Tapi bagiku dia adalah segalanya. Dirinya telah merubah diriku untuk terus berusaha menonjol dihadapannnya, agar ia tahu bahwa dirinya sedang dipuja oleh seorang gadis bernama Ega. Dan kini orang juga mulai beranggapan bahwa aku juga sama anehnya dengan dia.

Indra adalah nama pria tampan tersebut. Mungkin aku terlalu berlebihan jika memfonis dirinya sebagai pria yang tak suka bergaul dengan wanita, sebab ada seorang wanita yang begitu dekat dengan dirinya selama ini, Nia gadis tomboy yang juga sahabat lamaku sejak duduk dibangku SMP. Nia tahu tentang perasaanku padanya, tentang apa yang selama ini ku perbuat agar bisa masuk dalam kehidupannya. Nia tak dapat menahan tawa setiap kali kejadian memalukan itu kulakukan di hadapan Indra. Tarakhir kali usahaku gagal seminggu yang lalu saat ia sekelas denganku di mata pelajaran pak Sudarjo. Aku yang berusaha menarik simpatinya ternyata harus menanggung malu dihadapan banyak orang. Saat itu pak Sudarjo sedang membahas soal matematika, dan ketika ia mengajukan soal dengan PD-nya aku maju kemudian mengerjakan soal yang sebenarnya tak kupahami. Kejadian memalukan itu pun dimulai, saat aku bingung harus menjawab apa tiba-tiba Indra maju kemudian mengerjakan soal tersebut dengan waktu tak kurang dari satu menit.

“Lain kali mikir dulu, baru bertindak.” Pesan pak Sudarjo padaku saat aku sudah diperbolehkan duduk.

Selalu saja begitu, aku memang bodoh dalam cinta. Entah kenapa aku mau diperbudak oleh cinta, aku harus rela memotong urat maluku saat berada dihadapannya, aku juga sudah tak punya harga diri lagi dimatanya. Bukankah itu artinya cinta yang kupertahankan selama ini ternyata sia-sia, dan akhirnya aku hanya akan menderita, dan tentu saja itu semua kerena cinta.

***

“Akhir-akhir ini lo berubah ya Ga?” Tanya Nia padaku saat kami sedang asik makan di kantin. Nia menatapku dengan penuh tanda tanya, saat aku tetap diam ia mulai bertanya lagi. “Apa sih yang udah ngebuat temen gue jadi pendiam, kaya’ dulu lagi?”

“Nggak ada yang berubah kok, gue cuma malas aja ngomong.” Jawab ku sekenanya, alasan sebenarnya aku sudah tidak mau lagi jadi aneh karena pria yang sama sekali tak pernah menganggap diriku sebagai manusia.

“Cuma itu? Trus alasan lo jadi malas itu apa?” Tanya Nia tanpa menghentikan makannya.

“Memangnya kalau malas perlu alasan ya?” tanyaku balik.

Nia menghentikan makannya, terkejut mendengar jawaban ku yang spontan dan terdengar galak itu.

“Sorry Nia, gue nggak bermaksud marah sama lo. Mood gue udah nggak ada lagi buat jadi aneh kaya’ dulu.” Jawabku jujur, tampaknya Nia faham maksud dari ucapanku. Ia hanya mengangguk pelan kemudian memegang tanganku dengan penuh iba dan rasa kasihan.

“Akhirnya lo sadar kalo’ selama ini lo itu aneh. Tahu nggak cara lo mancing itu kuno banget Ga. Udah gitu nggak sesuai lagi pada tempatnya.” Ujar Nia sewot.

Memang benar kata Nia, aku ini aneh, mungkin bukan hanya itu, aku juga gila, bego, dan bukan cewe’ banget. Yang jelas semua itu bermula saat aku bertemu dengannya. Entah siapa yang harus bertanggung jawab atas hilangnya harga diriku ini.

Tentu saja aku frustasi, tapi bukan Ega namaku jika harus menangis tersedu-sedu hanya kerana pria. Prinsipku tidak ingin menangis karena cinta, dan itu masih berlaku hingga kini tentunya.

***

Mata pelajaran pak Randi akhirnya usai, Aku dan Nia keluar kelas niatnya sih mau pulang. Saat sudah berada di pintu sosok Indra tiba-tiba muncul dihadapanku kemudian tersenyum lembut seraya menyapa “Pagi Ega.”

Syok, itulah yang kurasakan. Bagaimana mungkin pria yang selama ini tak pernah bicara padaku, kini berada di hadapanku, tersenyum dan menyapaku dengan lembut.

“Ega.” Tegur Nia membuyarkan lamunanku.

“Eh… sory. Nia yang barusan tadi beneran atau gue gila lagi?” tanyaku bloon.

Nia tertawa menanggapi pertanyaanku, ia kemudian merangkulku dan mengajakku pergi.

Diperjalanan pulang Nia menunjukkan sesuatu padaku. Sebuah kertas yang berisikan tulisan dua orang. Tulisan pertama begitu ku kenal, tulisan Nia. Aku mulai membaca baris demi baris….. yang akhirnya kuketahui siapa orangnya.

“Jadi dia sudah tahu kalau selama ini gue suka sama dia?” tanyaku setelah selesai membaca kertas itu sampai habis.

Nia mengangguk pelan, ia tersenyum senang.

“Akhirnya lo tahu kan kalo doi lo itu bukannya banci. He’s only shy, nggak pede lah istilahnya.”

“Terlalu cepat Nia, sepertinya gue nggak yakin.”

“Yang tadi itu adalah respon pertama yang doi berikan ama lo. Lo nggak suka?”

Aku menggeleng, aku belum mengerti dengan apa yang ada dipikiran Indra. Selama ini aku berusaha mati-matian untuk mencari perhatian darinya, tapi tak pernah ditanggapi sama sekali olehnya. Justru saat aku kelelahan dan mulai berhenti mencintainya, ia malah mengatakan pada Nia bahwa dia juga mempunyai perasaan yang sama padaku.

“Lo nggak usah ragu Ga. Indra beneran kok suka sama lo.”

“Tolong kasih alasan yang masuk akal, kenapa doi baru ngomong sekarang kalau dia suka sama gue?”

“Tanya aja sama orangnya. Tuh doi lo sedang menuju kesini. Gue pergi dulu ya….! Good luck friend.” Ujar Nia seraya pergi meninggalkan aku dan Indra yang kini berada di hadapanku.

Jujur saja, aku pernah mengaharapkan situasi mendebarkan seperti ini, tapi aku tak pernah mengira hal ini akan benar-benar terjadi, berdua saja dengannya sungguh membuatku grogi, jantungku rasanya sudah tak lagi berada ditempatnya.

Indra mengulurkan tangannya padaku kemudian berkata, “Kita belum pernah berkenalankan?” tanyanya spontan membuatku ingin tertawa.

“Kayaknya kita udah tahu nama masing-masing.” Balasku spontan pula.

Indra terkejut mendengar ucapanku yang terdengar galak itu.

“Ohhh…..gitu ya? Sorry, gue….”

“Lo nggak punya salah kok, jadi lo nggak perlu minta maaf.” Potongku cepat

Entah apa yang kupikirkan, di mataku Indra adalah sosok pangeran tapi pangeran tidak pernah meminta maaf pada rakyatnya bukan? Bukannya naïf tapi rasanya waktu begitu cepat dan tak pernah menjelaskan padaku mengenai apa yang terjadi pada Indra yang sosoknya selalu jaim dan pendiam yang kini berubah menjadi pria jantan yang rela menjatuhkan harga dirinya saat berhadapan dengan seorang wanita.

“Lo nggak suka sama gue?” Tanya Indra lagi-lagi membuatku syok

“Lo kenapa sih? Sakit ya. Setahu gue Indra sosok pendiam yang nggak pernah mau bergaul sama cewe’ itu nggak kaya’ gini deh!” balasku sinis.

Sorry Ndra gue Cuma pengen tahu sejauh mana cinta lo sama gue, kalau lo cinta mestinya lo juga rela menanggung rasa malu. Sama halnya dengan apa yang sudah gue perbuat semenjak gue suka sama lo.

“Lo juga, yang gue tahu Egga sosok cewe’ yang nggak punya urat malu yang rela menjatuhkan harga dirinya demi cinta itu nggak kaya’ gini deh, kok brubah jadi jaim?” sindir Indra tak kalah sinisnya.

Demi Tuhan, kata-kata Indra sungguh menyakitkan dari apa yang selama ini kuterima. Apa mungkin aku salah dengar?

“Apa lo bilang, gue nggak punya urat malu? Lo tuh yang banci, tahu nggak lo itu pria teraneh yang pernah gue temui.”

“Eh denger ya, gue nyesel ngomong sama lo. Nih kembalikan sama temen lo Nia, bilang gue nggak jadi nerima tawarannya.”

Indra memberikanku sebuah amplop kecil, kemudian berlalu pergi meninggalkanku sendiri. Akhirnya aku mengerti sekarang kanapa Indra jadi baik padaku, karena Nia telah membeli harga dirinya dengan uang yang ada di amplop ini. Ternyata pria yang selama ini kucintai jauh lebih rendah dari harga diriku.

“Sorry Ga, gue nggak tahu kalo jadinya bakal ancur kaya’ gini.” Tegur Nia dari arah belakang. Ia merangkulku dengan penuh iba dan kasihan.

“Gue bego ya, suka sama cowo’ yang sama sekali nggak punya hati seperti Indra itu.”

Air mataku sudah tak dapat dibendung lagi, kutumpahkan semuanya dihadapan Nia. Untuk pertama kalinya aku menangis karena cinta, cinta buta yang telah menjual segalanya termasuk martabat. Dan untuk pertama kalinya aku menyesal telah mencintai pria bajingan yang terbuat dari batu, yang tidak punya perasaan sama sekali, yang tidak pernah mencintai wanita kecuali dirinya sendiri.

“Ga lo nggak benci sama gue kan?” Tanya Nia ragu

aku mengangguk pelan, kemudian merangkulnya untuk yang kedua kalinya.

“Justru gue berterima kasih sama lo, karena lo udah nunjukin kalo pria yang selama ini gue cintai ternyata nggak lebih dari seorang banci.”

So I’m suggest for you. Don’t try to love a man that you never know all about him. Because he can be kill you, slowly…..slowly…..slowly……

And when he know, you can’t to move, he will say “ The winner is me.”

Did you agree with my opinion?

##FIN##

Tidak ada komentar:

Posting Komentar